Environmental Movement di Republik Ceko
Nama Amin Nashrullah Prodi Hubungan Internasional 3A dalam
Mata Kuliah Hukum Internasional
·
Sejarah
Singkat Lahirnya Republik Ceko
Pada
akhir dekade 1980-an konstelasi politik dunia diwarnai dengan hancurnya Uni
Soviet yang dengan segera melahirkan kekacauan di negara-negara komunis yang
berorientasi ke Moskow. Meletusnya Velvet Revolution (Revolusi Beludru)
menandai surutnya masa kekuasaan komunis di Cekoslovakia yang telah berlangsung
sejak pasca Perang Dunia II. Penegakkan
demokrasi di negara itu pun dimulai dengan
dipilihnya tokoh Civic Forum non komunis (Fawn 2005, 26), Vaclav Hafel
menjadi Presiden baru negara tersebut pada Desember 1989. Disusul kemudian
penyelenggaraan Pemilu pertama sejak 1946 guna memilih anggota parlemen pada
Juni 1990 yang ditandai dengan kemenangan Civic Forum di Ceko dan Public
Against Violence (Fawn 2005, 26) di Slovakia.
Pada Juni 1990 untuk kedua kalinya, Vaclav Hafel terpilih menjadi
Presiden Cekoslovakia. Namun, kali ini secara konstitusional karena dipilih
oleh anggota parlemen. Pelan tapi pasti pengaruh komunisme di Cekoslovakia
selama lebih dari 40 tahun pun berakhir.
Di bawah Vaclav Havel sebagai presiden dan Vaclav Klaus sebagai
Perdana Menteri, sentralisasi yang semula menjadi tumpuan kehidupan masyarakat
Cekoslovakia selama puluhan tahun diganti dengan privatisasi di hampir semua
bidang. Namun, ketidakmerataan pembangunan ekonomi, dimana masyarakat Ceko
bertindak sebagai mayoritas mengakibatkan kesenjangan bagi masyarakat Slovakia
yang minoritas. Sebagai masing-masing etnis yang berbeda latar belakang namun
bersatu membentuk Repulik Cekoslovakia sejak tahun 1918, tarik menarik
kepentingan antar elit politik yang telah terjadi sejak sekian lama tidak dapat
dihindari. Ditambah lagi ialah saat program swastanisasi dianggap merugikan
masyarakat Slovakia. Puncak pertentangan ini terjadi pada Pemilu parlemen 1992
dimana partai Civic Democratic Party pimpinan Vaclas Klaus yang juga Perdana
Menteri memenangkan mayoritas suara pemilih di Ceko. Sedangkan Movement for a
Democratic Slovakia (Fawn 2005, 29)
pimpinan Vladimír Mečiar mendapatkan mayoritas dukungan di Slovakia.
Usulan Presiden Vaclav Havel yang ingin mengganti nama Republik
Federasi Sosial Cekoslovakia menjadi Republik Cekoslovakia seperti tahun 1918
ditentang keras pihak Slovakia. Setelah melalui beberapa negosiasi yang gagal
mencapai kesepakatan, terhitung mulai 1 Januari 1993 negara Slovakia berdiri
sendiri meskipun hasil poling mengindikasikan mayoritas warga negara tidak
setuju adanya pemisahan kedua negara. Sejak saat itu Cekoslovakia pecah menjadi
2 negara berdaulat yang berdiri sendiri, yaitu Republik Ceko dan Slovakia.
Ibukota Republik Ceko tetap berada di Praha sedangkan Bratislava menjadi
ibukota Slovakia. Dalam struktur pemerintahan, jabatan Presiden Ceko tetap
dipegang oleh Vaclav Havel sedangkan Michael Kovac menjadi presiden pertama
Slovakia dan menjabat sejak Februari 1993 (Dam 2002, 23).
·
Environmental
Movement dan Civil Society
Selama Cekoslovakia berdiri dan berada di bawah kendali rezim
komunis, gerakan lingkungan/environmental movement (termasuk di dalamnya
anggota masyarakat) lebih bersifat sosial. Artinya, gerakan-gerakan lingkungan
dilakukan secara kolektif dan bersifat sukarela dengan tujuan untuk
menyelamatkan atau melakukan perlindungan terhadap lingkungan. Misalnya,
penanaman pohon atau tanaman yang hampir punah. Sedangkan, era pecahnya
Cekoslovakia ditandai dengan gerakan lingkungan dalam bentuk protes massa yang
pertama kali terjadi pada tahun 1989. Carmin dan Hicks (2002, 305) bahkan
menegaskan bahwa momen ini merupakan penanda telah terjadi pergeseran orientasi
dalam gerakan lingkungan di Republik Ceko, dari yang semula bersifat sosial
menjadi politik.
Hasil penelitian Pavlínek dan Pickles (2000, 160) juga menunjukan
bahwa environmental movement memainkan peran sentral dalam dunia politik negara - negara Eropa
Tengah dan Timur pada umumnya, terutama pada akhir dekade 1980-an. Aksi-aksi
dalam bentuk protes muncul akibat semakin memburuknya lingkungan hidup di
wilayah tersebut. Hal ini diperparah dengan ketidak berpihakan
pemerintah pada upaya-upaya pelestarian lingkungan, salah satunya tercermin
dalam kebijakan-kebijakan pembangunan yang lebih bersifat economic oriented atau oriantasi ekonomi.
Gerakan lingkungan (environmental movement) sendiri sebagaimana
dikutip dari Doherty (Rootes 1999, 2 dalam Fagan 2004, 21) merupakan jaringan
sangat luas antarmanusia dan organisasi-organisasi yang terkait dalam aksi
kolektif dengan tujuan untuk memanfaatkan (melestarikan) lingkungan.
“Environmental movement refers to ‘broad networks of people and organizations
engaged in collective action in the pursuit of environmental benefit”. Civil society
dipahami sebagai sebuah organisasi yang bersifat independen, yang terkait
dengan aktivitas publik, dilakukan secara sukarela untuk mengejar kepentingan
individu-individu, kelompok atau nasional dalam konteks hubungan antara
masyarakat dan negara. Sementara Vàclav Havel, presiden pertama Ceko pasca
Revolusi Beludru dalam pidatonya di
depan parlemen pada tanggal 9 Desember 1997 seperti yang dikutip Potůček
(2000, 112) mengatakan bahwa “civil society means a society characterized by a
systematic opening of a room for a most diverse self-structuring, and for the
broadest possible participation in public life”. Sebagai penentang ideologi
komunis dan pendukung civil society, Havel memaknainya sebagai sebuah
masyarakat yang dicirikan oleh keberagaman yang sistematis dan partisipasi
publik yang luas.
Mengacu
pada beberapa definisi di atas, tulisan ini melihat gerakan lingkungan sebagai
salah satu bentuk partisipasi NGO (dan masyarakat) sebagai elemen yang berdiri
sendiri, dengan berbagai aktivitas yang dilakukan secara kolektif dan sukarela
untuk mencapai tujuan tertentu. Gerakan lingkungan menjadi bagian dalam gerakan
civil society dalam konteks hubungan antara masyarakat dan negara, dimana
posisi NGO adalah sebagai agen perubahan. Hal ini terlihat dari tuntutan NGO
yang ditujukan kepada pemerintah untuk memperbaiki kondisi lingkungan di
negaranya, antara lain dengan segera memasukan agenda lingkungan ke dalam
kebijakan.
·
Fakta
Mengenai Lingkungan di Republik Ceko
Lingkungan bukanlah isu baru dalam diskusi publik di Republik Ceko.
Setidaknya dalam kurun waktu satu dekade terakhir, isu lingkungan mengalami
perkembangan yang cukup bergejolak (Fagin dan Jehlička 1998, 113 dalam Baker
dan Jehlička 1998). Aspek yang banyak disorot terkait dengan kondisi lingkungan
di antaranya adalah kualitas udara, air dan tanah yang menurun sebagai akibat
dari penggunaan bahan bakar oleh industri, kendaraan bermotor maupun rumah
tangga. Sementara, pemerintah yang berkuasa pada saat itu dinilai sangat kurang
tanggap dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi.
Hasil penelitian Green Circle (2006, 4) menunjukan bahwa Republik
Ceko merupakan salah satu negara penyumbang polusi tebesar di Eropa. Tiga
sumber yang merupakan kontributor terbesar adalah pembakaran batu bara,
industri berat dan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Sementara
kebijakan pemerintah tidak menempatkan bahaya emisi karbondioksida yang
dihasilkan dari sumber-sumber tersebut sebagai prioritas. Hal ini terbukti
dengan pemberian subsidi pemerintah yang cukup besar terhadap pertambangan batu
bara (Green Circle 2006, 4) di Mikulčice dekat kota Hodonín. Pada Oktober 2004
pemerintah Republik Ceko memberikan subsidi sebesar 155,5 juta crowns (€ 5,5
juta) dari kas negara untuk pembangunan lanjutan pertambangan tersebut. Dari
pertambangan itu akan dihasilkan setengah juta ton batu bara untuk pembangkit
tenaga listrik yang ada di Hodonín.
Tidak mengherankan apabila batu bara menjadi kontributor terbesar
polusi di Republik Ceko. Data International Energy Agency (2007) (dalam
Cunningham, 2009) menunjukan bahwa sumber energi yang paling banyak
dimanfaatkan, terutama oleh industri-industri besar adalah batu bara (46%),
diikuti oleh minyak (21%) dan nuklir (15%). Sementara hasil
penelitian Auer (2005, 38-39) menunjukan bahwa industri juga merupakan
penyumbang emisi SO2 terbesar. Akibatnya, Republik Ceko menjadi negara dengan
tingkat emisi SO2 terbesar di Eropa pada tahun 1999. Hasil penelitian lain
(OECD 1999, 49-50 dalam Auer 2005, 39) menunjukan bahwa di akhir tahun 1990-an,
Republik Ceko kembali menjadi negara penyumbang polusi sebagai output ekonomi
tiap unitnya. Emisi SO2 per unit GDP Republik Ceko melampaui
rata-rata negara-negara anggota OECD hingga mendekati empat kali lipatnya dan
emisi CO2 per unit GDP yang dihasilkan dua kali lipat rata-rata negara-negara
anggota OECD.
Fagan (2004) juga mencatat bahwa selama kurun waktu 1990-1996,
kandungan emisi dalam udara di Republik Ceko termasuk sangat tinggi
dibandingkan negara - negara lain di Eropa meskipun trend-nya menunjukan penurunan emisi
SO2 mengalami penurunan yang cukup berarti, yaitu sekitar 50%. Partikel padat
bahkan menunjukan tren yang lebih baik dibandingkan penurunan emisi SO2, dengan
tingkat penurunan melebihi 70%. Namun sayangnya, dua emisi yang lain (Nox dan
CO) tidak mengalami penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, penurunan
tingkat emisi dalam udara selama periode ini mengurangi tingkat polusi di
negara tersebut.
Selain
polusi udara akibat batu bara, industri berat dan kendaraan bermotor, Republik
Ceko juga mengalami polusi air, bahkan hingga ke pedesaan. Hasil penelitian
Turnock (2001, 486-487) memperlihatkan bahwa sungai Jizera (salah satu penyalur
air bersih di Praha) terpolusi limbah domestik, industri dan rembesan lahan
pertanian. Struktur tanah juga mengalami degradasi akibat penggunaan
bahan-bahan kimia yang kurang hati-hati dan cenderung berlebihan. Ditambah lagi
dengan nitrification yang dilakukan tanpa pengawasan sehingga memperburuk polusi
air. Turnock juga menambahkan bahwa lahan seluas 3.6004.000 km mengalami
kerusakan yang cukup parah, termasuk akibat erosi. Dengan demikian hingga akhir
periode 1980-an, kondisi lingkungan di Republik Ceko dikategorikan rusak, tidak
hanya akibat industrialisasi tetapi juga pembuangan limbah rumah tangga dan
ekstensifikasi pertanian.
Beberapa hasil penelitian di atas menggambarkan bahwa tahun 1980-an
menjadi era yang tidak menguntungkan bagi Republik Ceko. Citra sebagai salah
satu negara dengan kondisi lingkungan paling parah di Eropa begitu melekat. Hal
ini menurut Field (1994, 389-390) sangat terkait erat dengan sistem politik
yang dijalankan pada masa masih berdirinya negara Cekoslovakia, yang selama
lebih dari empat dasawarsa berada di bawah kendali sistem sosialisme (Sommer
1994, xiii). Sistem yang menempatkan negara sebagai pemegang kekuasaan tunggal
ini pada mulanya dianggap ideal dan mampu memberi kesejahteraan kepada
masyarakatnya. Namun, ternyata sistem ini telah gagal. Dampak negatif dari
sistem negara yang sentralistik tersebut mulai dirasakan negara-negara bekas
Uni Sovyet dan Eropa Timur dan salah satu masalah serius yang mereka hadapi
adalah kerusakan lingkungan di berbagai kawasan.
Kegagalan sosialisme bukan hanya pada perencanaan ekonomi dan
administrasi negara tetapi juga pada pengelolaan lingkungan yang kurang bijak.
Perencanaan ekonomi yang terpusat mengakibatkan seluruh kekuatan ekonomi dan
politik dikendalikan oleh satu institusi dan kekuasaan. Akibatnya, keputusan
dalam pengelolaan bagaimana dan kemana sumberdaya dimanfaatkan, dipengaruhi
oleh kepentingan politik. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah yang
otoriter saat itu semata-mata mengutamakan aspek ekonomi demi kelangsungan
politik sehingga mengabaikan aspek lingkungan. Akumulasi selama bertahun-tahun
mengakibatkan kualitas lingkungan –terutama udara dan air - memburuk dalam dua
puluh tahun terakhir (Field 1994, 390).
·
Kesimpulan
Setelah rezim komunis tumbang pada 1989, salah satu target utama
dalam kebijakan luar negeri Republik Ceko adalah menjadi anggota Uni Eropa.
Pada 1 Mei 2004, Republik Ceko resmi menjadi anggota Uni Eropa. Perubahan yang
terjadi secara revolusioner di Cekoslovakia tidak hanya berdampak pada lahirnya
dua negara baru (Republik Ceko dan Slovakia) tetapi juga pada sistem politik,
ekonomi dan sosial. Perubahan ini pula yang mempengaruhi bentuk aktivitas yang
dilakukan oleh para penggerak organisasi lingkungan di Republik Ceko. Sistem
politik yang bersifat sentralisasi sebelumnya telah membatasi bahkan menutup
kemungkinan bagi NGO-NGO lingkungan untuk berjuang secara politis. Namun
kenyataannya, sistem pemerintahan demokrasi yang diharapkan lebih memungkinkan
„gerak NGO menjadi lebih fleksibel‟ pun belum sepenuhnya terjadi. Hal ini
terlihat dari dukungan pemerintah yang masih setengah hati bahkan sempat
mengeluarkan pernyataan NGO lingkungan sebagai organisasi terlarang dan
membahayakan.
No comments:
Post a Comment