BRETTON WOODS SYSTEM
A. Pendahuluan
Sistem Bretton
Woods (1944-1976) (bahasa Inggris: Bretton Woods System) adalah sebuah sistem
perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di
Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944. Konferensi ini merupakan produk
kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci
yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional,
Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk
dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang
dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, namun dasar yang terdapat
dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk
mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang.[1][1]
B. Pembahasan
1. Sejarah
Hancurnya Liberalisme sejak masa kehancuran
Wall Street yang dikenal dengan masa Depresi Hebat atau Great Depression hingga
awal 1970-an, wacana negeri industri maju masih “dikuasai” wacana politik
social demokrat dengan argument kesejahteraan. Depresi Hebat adalah masa ketika
ekonomi Amerika Serikat dan seluruh dunia memburuk. Dimulai dengan Wall Street
Crash tahun 1929. Harga-harga di pasar bursa Wall Street jatuh dari 24 Oktober
sampai 29 Oktober 1929, banyak orang yang miskin dan menjadi gelandangan. Di
Indonesia sendiri masa Depresi Hebat ini disebut zaman malaise atau zaman
meleset. Kaum elit politik dan pengusaha memegang teguh pemahaman bahwa salah
satu bagian penting dari tugas pemerintah adalah menjamin kesejahteraan warga
Negara dari bayi sampai meninggal dunia. Rakyat berhak mendapat tinggal layak,
mendapatkan pendidikan, mendapatkan pengobatan, dan berhak mendapatkan segala fasilitas-fasilitas social lainnya. Kemudian
diadakanlah konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan
oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Bretton Woods pada 1944, setelah
Perang Dunia II. Konferensi yang dikenal sebagai konferensi Bretton Woods ini
bertujuan mencari solusi untuk mencegah terulangnya depresi ekonomi di masa
sesudah perang. Pada awal Perang Dunia II ahli-ahli keuangan dari gabungan
beberapa Negara menganggap bahwa setelah PD II akan membawa pengaruh akan
adanya kebutuhan atas peraturan-peraturan mengenai kerja sama internasional
untuk memecahkan masalah dalam hal moneter dan permasalahan keuangan lainnya.
Dengan adanya beberapa pertemuan yang diselenggarakan oleh gabungan beberapa
Negara, pada bulan Juli 1944 dari 44 negara mendirikan United Nations Monetary
and Financial Conference di Hampshire, USA. Pada konferensi ini dicanangkan
Anggaran Dasar yaitu dengan terbentuknya dua Lembaga Keuangan Internasional
yaitu IMF (International Monetary Fund) dan IBRD ( International Bank for Development) kemudian lebih
dikenal dengan World Bank.[2][2]
Dalam pembahasan tentang merkantilisme, Anda
akan melihat bagaimana negara-negara di Eropa berupaya ‘menumpuk logam mulia’
dengan menggenjot surplus perdagangan.
Kebijakan merkantilisme terutama sangat berkaitan dengan kebijakan
ekonomi yang bersifat proteksionisme dengan mencegah impor dan menstimulus
ekspor. Menurut Gilpin, selain proteksionisme perdagangan, terjadi juga war
currency dan instability currency dalam bidang kurs mata uang (Gilpin,
1987:130). Modern globalization yang ditandai dengan eksistensi Pax Britannica
(1815-1914) (Peet, 2003:29). Saat itu Inggris mendominasi industri, memiliki
kekuatan merkantilis yang besar, merupakan pasar utama bagi produk pertanian
dan berperan sebagai eksportir-importir terbesar di dunia. Pada Perang Dunia I
(1914-1919), Inggris “kehilangan” kekuatan politiknya dengan Prancis, Jerman,
dan Rusia. Pada Perjanjian Versailles yang dilakukan setelah Perang Dunia I,
para sekutu pemenang perang tersebut lebih memilih berkonsentrasi di bidang
politik, seperti batas wilayah nasional, koloni, keamanan dan ganti rugi akibat
perang (Peet, 2003:29). AS awalnya tidak terlalu mempermasalahkan kegiatan
perekonomian, namun ketika terjadi Great Depression tahun 1929 AS fokus untuk
memulihkan kondisi perekonomian. Great Depression berdampak pada menurunnya daya beli
masyarakat, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar, dan berkembangnya
pengangguran. Sebagai respon dari krisis ini, masa “peralihan” dari perang ini
ditandai dengan mulai munculnya beberapa kerja sama ekonomi antara
negara-negara maju dan kapitalis. Runtuhnya Pax Britannica digantikan oleh Pax
Americana. Great Depression membuat AS menerapkan politik proteksionisme dan
isolasionisme demi menjaga perekonomiannya agar tidak kembali mengalami krisis.
Politik ekonomi seperti proteksionisme dan isolasionisme mendapat tentangan
dari kaum Liberalis, seperti Adam Smith dan J. S. Mill. Smith menganggap bahwa
keuntungan nasional sebuah negara tidak semata-mata adalah kerugian negara
lainnya, namun dengan saling bekerja sama melalui sebuah pasar yang terbuka,
seluruh negara di dunia akan dapat saling menguntungkan (Peet, 2003:32). Bahkan
Mill menganggap bahwa melalui perdagangan, perdamaian dapat diwujudkan dan
perang dapat dicegah –commerce not only brought about peace, but also rendered
war obsolete(Peet, 2003:32). Bretton Woods Systems (BWS) adalah suatu sistem
ekonomi yang berkaitan dengan politik dunia. Dimana saat itu dunia secara
politik terikat dalam sistem imperialisme. Sedangkan secara ekonomi sitem
pertukaran moneter internasional masih diatur dengan standar emas, dimana
sirkulasi mata uang nasional tergantung dari jumlah emas yang dimiliki bank
sentralnya. Selain itu, sebelum PD II sistem ekonomi diatur secara bebas
melalui self-regulating dengan natural flow uang dan modal (Peet, 2003:29).
Saat perekonomian dunia memasuki babak baru, terjadi dengan devaluasi yang
kompetitif serta currency yang fluktuatif, karena setiap blok ekonomi yang ada
berusaha mengatasi permasalahan pembayaran hutang serta permasalahan ekonomi
lain at the expense of the others (Gilpin, 1987:130). Kekacauan ekonomi yang
pada saat itu terjadi juga membawa sistem ekonomi internasional ke dalam
fragmentasi seperti adanya “blok Sterling”, “blok Dollar”, “blok Emas” serta Jerman,
Jepang dan Italia yang menciptakan Autarkic Empire (Gilpin, 1987:130). Setelah
adanya babak baru tersebut, sekitar pertengahan tahun 1930 AS mulai
berkeinginan untuk mengambil alih. Tanggal 1-22 Juli 1944, di sebuah kota
bernama Bretton Woods, New Hampshire diadakan sebuah pertemuan bersejarah
(Peet, 2003:27). Pertemuan berlangsung
antara AS (AS) dan Inggris, beserta 44 negara negara aliansi AS dan Inggris
serta satu negara netral (Argentina). Tujuan pertemuan itu adalah membentuk
suatu kerja sama internasional “mengamankan” perdamaian dan kesejahteraan
dunia. Kerja sama tersebut akan menciptakan pasar dunia dengan modal dan barang
yang bergerak dengan bebas yang kemudian diregulasi di bawah sebuah institusi
global yang memiliki kepentingan meningkatkan stabilitas dunia. Pertemuan
panjang tersebut, yang dihadiri oleh John Maynard Keynes (Inggris) dan Harry
Dexter White (AS), melahirkan ‘System Bretton Woods’ (BWS). Walaupun perjanjian Bretton Woods ditandatangani
tahun 1944, namun pelaksanaannya baru bisa dijalankan dengan baik pada tahun
1947 (Frieden, 2006:289).[3][3]
2. Pertemuan di
Bretton Woods ini dilakukan melalui beberapa pertimbangan (Peet, 2003:39):
a. Saat itu
kekuatan dunia terkonsentrasi hanya di beberapa wilayah, seperti Amerika Utara
dan Eropa Barat sehingga diperlukan sebuah kesepakatan yang dapat mengatur
perekonomian dan perkembangan seluruh dunia.
b. BWS dapat terwujud karena adanya kepercayaaan
negara-negara peserta bahwa kapitalisme dapat menjadi sistem perekonomian dunia,
yang kemudian digabungkan dengan Keynesianisme pasca-PD II.
c. Adanya
kemampuan AS untuk menjadi pemimpin ekonomi dunia. Menjelang akhir dan pasca PD
II, AS menikmati pertumbuhan pasar yang besar dalam barang konsumsi,
kapabilitas produksi yang meningkat, dan kuatnya nilai mata uang.
3. Tiga pilar
Bretton Woods System, yaitu:
a. Moneter,
melalui IMF (International Monetary Fund) untuk mengatasi permasalahan utang
negara;
b. Perdagangan, melalui GATT, sekarang WTO (World
Trade Organization), menginginkan adanya perdagangan yang lebih bebas baik
dalam sektor barang maupun modal;
c. Rekonstruksi,
memperbaiki keadaan perekonomian negara pasca perang dengan mendirikan IBRD
(International Bank for Reconstruction and Development) yang kemudian beralih
nama menjadi World Bank.
Sistem
ini menggunakan fixed exchange rate dengan menggunakan standar dollar-emas
sehingga secara efektif mengakhiri sistem standar emas yang umum digunakan
sebelumnya. Jika dalam sistem standar emas mata uang suatu negara dikonversikan
langsung dengan emas, konversi yang ditetapkan BWS melalui perantaraan dollar
dengan standarnya kurang lebih adalah $35 = 1 ons emas (economics.about.com).
Kombinasi
tatanan baru internasional dengan otonomi nasional, pasar yang berbasis
masyarakat sosial, kesejahteraan dengan stabilitas sosial dan demokrasi dalam
sistem ini pada akhirnya memang membawa stabilitas yang lebih baik dalam
perekonomian dunia dengan berbagai penyesuaian di negara tertentu.
4.
Keruntuhan Sistem Bretton Woods
Sistem
Bretton Woods bubar pada tahun 1976 setelah beberapa negara di Eropa mengalami
kehancuran ekonomi sehingga tidak lagi bisa menjadi partner perdagangan Amerika
Serikat, disamping itu resesi ekonomi dunia yang berlangsung besar-besaran pada
periode waktu itu telah mendorong negara-negara di dunia untuk mengedepankan
kepentingan nasionalnya masing-masing. The Fed tergiur mencipta dollar melebihi
kapasitas emas yang dimiliki. Akibatnya, terjadi krisis kepercayaan masyarakat
dunia terhadap dolar AS. Hal tersebut ditandai dengan peristiwa penukaran
dollar secara besar-besaran oleh negara-negara Eropa. Adalah Perancis, pada
masa pemerintahan Charles de Gaule, negara yang pertama kali menentang hegemoni
dollar dengan menukaran sejumlah 150 juta dollar AS dengan emas. Tindakan
Perancis ini kemudian diikuti oleh Spanyol yang menarik sejumlah 60 juta dollar
AS dengan emas. Praktis, cadangan emas di Fort Knox berkurang secara drastis.
Ujungnya, secara sepihak, Amerika membatalkan Bretton Woods System melalui
Dekrit Presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971, yang isinya antara lain,
USD tidak lagi dijamin dengan emas. ‘Istimewanya’, dollar tetap menjadi mata
uang internasional untuk cadangan devisa negara-negara di dunia. Pada titik
ini, berlakulah sistem baru yang disebut dengan floating exchange rate.
C. Kesimpulan
Disinilah kisah
langlang buana USD dimulai, dikota kecil Bretton Woods USA pada tahun 1944.
Pasca perang, system keuangan internasional kacau, masing-masing negara
berlomba-lomba mencetak uang untuk membiayai pembangunan kembali negarannya
tanpa diback up dengan kecukupan cadangan emas. Hiper inflasi terjadi (mata
uang Jerman pernah sampai 4 trilliun Marks = 1 USD !!), singkat kata, negara
Eropa tengah terperangkap dalam resesi. Amerika dan Inggris melakukan inisiatif
dalam berbagai pertemuan internasional, kedua negara pemenang perang ini saling
berebut untuk memenangkan kepentingannya dalam perjanjian ini. Akhirnya
perjanjian Bretton Woods pun ditanda tangani oleh 44 negara. Dua butir kesepakatan
yang sangat penting adalah :
1.
Terbentuknya
IMF.
2.
USD dan
Poundsterling disepakati sebagai cadangan devisa dari negara penandatangan
perjanjian.
Keberhasilan yg dibuat oleh para leluhur
Amerika inilah, khususnya butir b, merupakan penyumbang terbesar dalam kejayaan
Amerika sampai saat ini, dan saat itu jugalah lingkaran “USD currency
traps/jebakan” dimulai.[4][4]
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Bretton_Woods,_New_Hampshire
http://deedde.wordpress.com/Ekonomi Politik Internasional:
Bretton Woods System. By Amdya Hisyam. Posted in International Relations
Assignments and Others.
http://bunda-bisa.blogspot.com/” Bretton
Woods System, Sistem Ekonomi Penjalin Kerjasama Global “
http://www.klubsaham.com/”Menguak
Currency Trap USD”
No comments:
Post a Comment