BAB I
PENDAHULUAN
Soekarno
atau lebih akrab di panggil Bung Karno merupakan presiden pertama Republik
Indonesia yang dikenal sebagai sosok “penyambung lidah rakyat “. Bung Karno
yang dilahirkan pada tanggal 6 juni 1901 di surabaya ini ,juga merupakan sosok
pejuang yang tangguh dan tak kenal menyerah. Selain telah berhasil mengantarkan
Rakyat Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan, kiprah Bung Karno begitu
cemerlang di dunia internasional. Ia di
akui sebagai salah satu tokoh yang kokoh memperjuangkan hak-hak masyarakat
dunia khususnya di Asia-Afrika.
Tidak
lama setelah pengunduran dirinya dari kursi presiden ,kesehatan Bung Karno di
kabarkan semakin menurun. Pada tanggal 21 juni 1970, akhirnya Bung Karno
meninggal di rumah sakit Gatot Subroto Jakarta dan jasadnya di makamkan di
Blitar, Jawa timur. Sesuai dengan permintaan Bung Karno di masa hidupnya, pada
salah satu nisan di makamnya di tuliskan kata kata ‘Disini beristirahat Bung Karno,Penyambung Lidah Rakyat[1].
Bung
Karno adalah keturunan bangsawan.Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodiharjo Yang
merupakan seorang guru di masa pemerintahan kolonial belanda.Sedangkan ibunya, Ida
Ayu Nyoman Rai, adalah keturunan bangsawan Bali. Saat masih kecil, Bung Karno
hanya tinggal bersama keluarganya dalam waktu yang cukup singkat. Ia mulai
terpisah dengan keluarganya ketika menjalani jenjang pendidikan SD. Sejak saat
itu, Bung Karno dittipkan oleh orangtuanya di rumah HOS Cokro Aminoto dan
tinggal bersamanya, hingga menamatkan pendidikannya.
Setelah
itu, Bung Karno melanjutkan pendidikannya di HBS ( Hoogere Burger School ). Lalu
Bung Karno pindah ke Bandung dan melanjutkan pendidikannya di THS (Tachnische
Hooge School). Dari sinilah ia mendapatkan gelar insinyur,tepatnya pada tanggal
25 MEI 1926.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KIPRAH POLITIK
SOEKARNO
Bung Karno mulai aktif dan akrab dengan dunia
politik semenjak dia menempuh pendidikannya di Surabaya. Bung Karno merupakan
murid kesayangan Tjokroaminoto, karena itu Bung Karno sering menghadiri rapat. Dan
sejak saat itu pula dia mulai kagum dengan Tjokro, terutama cara
berpidatonya yang tegas. Kiprah Bung Karno yang paling penting
sebenarnya di mulai semenjak ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada
tanggal 4 Juli 1927. Pembentukan PNI dimaksudkan sebagai langkah awal untuk
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hal itu membuat pemerintahan Belanda terasa
terancam, dan akhirnya menjebloskannya ke penjara Sukamiskin di Sukabumi pada
tanggal 29 Desember 1929.
Namun
satu tahun kemudian pada bulan juli PNI
di bubarkan oleh Belanda, karena sebagai usaha untuk meredam semangat Bung
Karno. Namun tidak lama setelah dia di bebaskan dari penjara,dia langsung
bergabung dengan Partai Indonesia (PARTINDO), bahkan ia diangkat sebagai
pemimpin partai tersebut. Belanda pun, tak tinggal diam, mereka mengerahkan
anggotanya untuk menangkap Bung Karno,tepatnya pada tahun 1933. Saat itu
Belanda masih merasa khawatir akan pengaruh Bung Karno pada para pendukungnya. Oleh
karena itu,letak penjara mengambil tempat yang sulit di kunjungi oleh para
pengikutnya. Mereka memutuskan untuk mengasingkan Bung Karno ke daerah Ende,Flores
selama 5 tahun 1933-1938.
Setelah
lima tahun di penjarakan di Flores, Soekarno akhirnya di pindahkan ke Bengkulu.
Pada tanggal 12 Februari 1942, Jepang
melakukan penyerbuan terhadap Sumatra dan Bung Karno di bebaskan. Tidak lama
setelah itu akhirnya Jepang menguasai kepulauan nusantara. Selama kependudukan
Jepang, Bung Karno bersama dengan Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara
memimpin Pusat Tenaga Kerja (PUTERA) dengan memobilisasi kekuatan rakyat. Pada
tahun 1943, Jepang mendirikan PETA (Pasukan Pembela Tanah Air) dan Bung Karno
berperan sebagai figur yang memobilisasi pemuda –pemuda Indonesia untuk masuk
dalam pasukan tersebut. Pada saat Jepang menyerah terhadap sekutu, Bung Karno
dan Bung Hatta segera mengambil alih kekuasaan. Dan akhirnya pada tanggal 17 Agustus
1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
2. PEMIKIRAN
POLITIK SOEKARNO
Pada
tahun 1926,Bung Karno merumuskan beberapa ideologi besar yang menjadi prinsip
utamanya dalam membagun Negara Indonesia, yaitu: Nasionalisme, Islamisme, dan
Komunisme. Dalam tulisannya yang di muat di CPI (Comite Persatuan Indonesia)
dengan judul ‘Nasionalisme,Islamisme,dan Marxisme ‘BungKarno menjelaskan
panjang lebar mengenai ketiga ideologi tersebut[2].Melalui
tulisan tersebut, Bung Karno bermaksud mengajak masyarakat Indonesia untuk
mempelajari dan memahami ketiga paham itu sebagai satu kesatuan. Pada Intinya
Bung Karno ingin mengajak masyarakat untuk bersatu dalam melawan Imperialisme
dan pemerintahan Belanda.
Ketika
itu masyarakat Indonesia sedang dilanda perpecahan yang sebagian besar
diakibatkan oleh perbedaan ideologi. Golongan nasionalis senantiasa
memperjuangkan paham nasionalismenya,kelompok Islam dengan Islamismenya,dan
kelompok komunis dengan Marxismenya.Kondisi ini yang memicu Bung Karno untuk
menyatukan ideologi tersebut kedalam satu wadah yang kemudian di sebut Nasakom.
Nasakom adalah singkatan dari Nasionalis, Agama dan Komunis. Dengan
penyatuan ketiga elemen tersebut Bung Karno bermaksud mengajak segenap
masyarakat Indonesia untuk bersama-sama dalam menghadapi kolonialisme di
tanah Indonesia.Bagi Bung Karno,kolonialisme merupakan musuh bersama yang harus
di perangi secara bersama-sama pula[3].
3. PEMERINTAHAN
PADA MASA SOEKARNO
3.1 Masa Pergerakan Nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene
Studi Club[4] di
Bandung. Organisasi ini menjadi menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia
yang didirikannya pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya
ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang
fenomenal: “Indonesia Menggugat”. Ia dibebaskan kembali pada tanggal 31
Desember 1931. Pada bulan juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno ditangkap kembali pada bulan
Agustus 1933, dan diasingkan ke Ende, Flores. Disini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun, semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke propinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942.
3.2 Masa Penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
karena tujuan utamanya adalah “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A[5]
dengan tokohnya Shimzu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun, akhirnya pemerintah pendudukan jepang
memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi dan
lembaga yang dibentuk Jepang untuk menarik hati penduduk Indonesia agar mau
membantu Jepang memerangi tentara sekutu. Maka, disebutkan bahwa dalam berbagai
organisasi bentukan jepang seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera),
BPUPKI, dan PPKI, tokoh-tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara, KH Mas Mansyur dan lain-lain, terlihat begitu aktif bekerjasama
dengan Jepang. Kedekatan para pejuang kemerdekaan dengan Jepang itu telah
menyebabkan mereka dituduh sebagai “antek-antek” Jepang. Tuduhan itu terutama
datang dari pihak Belanda, yang menginginkan tetap bercokol di Indonesia dengan
membonceng negara sekutu.
Para tokoh perjuangan nasional pada waktu itu
memang tidak bekerja sendiri. Mereka mengaku telah bekerja sama dengan
pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski
adapula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sultan Syahir dan Amir
Syarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya. Soekarno
sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan,
mengatakan bahwa meskipun sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang namun kita
percaya dan yakin serta mangandalkan kekuatan sendiri. Ia aktif dalam usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah dengan merumuskan
Pancasila, UUD 1945, dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan
naskah proklamasi kemerdekaan.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki
Tojo mengundang tokoh Indonesia, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan, Kaisar
memberikan bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan bintang itu membuat pemerintah pendudukan Jepang amat
terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
sebagai keluarga Kaisar Jepang sendiri.
Pada bulan Agustus 1945, Soekarno diundang
oleh Marseki Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam, dan kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri. Setelah pertemuan itu, terjadilah Peristiwa
Rengas dengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Soekarno dan Mohammad Hatta
dibujuk oleh para pemuda untuk segera menyingkir ke asrama pasukan Pembela
Tanah Air Peta di Rengas dengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain
Soekarni, Wikanah, Singgih dan Chairul Saleh. Para pemuda itu menuntut agar
Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada saat
terjadi kekosongan (vakum) kekuasaan di Indonesia akibat penyerahan tentara
Jepang kepada sekutu. Namun, Soekarno dan Hatta serta para tokoh nasional lain
menolak dengan alasan belum ada kejelasan mengenai penyerahan Jepang
itu. Alasan lain yang berkembang adalah bahwa Soekarno menunggu saat yang tepat
untuk memilih hari kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno menetapkan
pilihannya jatuh pada tanggal 17Agustus 1945 karena hal itu bertepatan dengan
bulan Ramadhan, bulan suci bagi kaum muslimin yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur-an.
Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), panitia kecil yang terdiri delapan
orang (resmi dibentuk Jepang), panitia kecil yang terdiri sembilan orang
(panitia sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta), dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia
memproklamasikan berdirinya negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
3.3 Masa
Pemerintahan Presiden Pertama
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Replubik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 kewibawaan Soekarno sebagai Presiden
pertama Indonesia diuji ketika ia mampu menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
bentrok antara kurang lebih 200.000-an rakyat Jakarta dengan pasukan Jepang
yang bersenjata lengkap dalam peristiwa Lapangan Ikada.
Pada saat kedatangan sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Philip Christon, Sekutu akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden
Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya pada
waktu itu. Namun, akibat provokasi yang dilancarkan oleh pasukan NICA (tentara
Belanda yang membonceng Sekutu dibawah komando tentara Inggris) meledaklah
peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dipicu oleh gugurnya Brigadir Jendral
Inggris AWS Mallaby pada saat penurunan bendera Belanda oleh para pemuda
pejuang Surabaya.
Karena terjadi banyak provokasi di Jakarta di
masa-masa pemerintahan Indonesia, maka Presiden Soekarno akhirnya memindahkan
Ibukota Republik Indonesia dari Jakarata ke Yogyakarta, diikuti oleh kepindahan
Wakil Presiden dan para pejabat tinggi negara lainnya.
Presiden Soekarno menurut UUD 1945
berkedudukan sebagai Presiden Republik Indonesia selaku kepala pemerintahan
sekaligus Kepala Negara (Presidensil/singel executive). Namun,. selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sultan Syahrir menjadi
Perdana Mentri/Kepala Pemerintahan. Hal
itu terjadi karena adanya maklumat Wakil Presiden Nomor X, dan maklumat
pemerintah pada bulan November 1945 tentang partai-partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia tetap dianggap sebagai negara yang lebih demokratis.
Dalam, kenyataannya, meskipun sistem
pemerintah berubah, kedudukan Presiden Soekarno tetap yang paling penting,
terutama dalam menghadapi peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer
Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan oleh Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketuanya Sjarifuddin
Prawiranegara, tetapi pada kenyataanya dunia internasional dan situasi dalam
negri tetap mengakui Soekarno-Hatta sebagai pemimpin Indonesia yang
sesungguhnya. Setelah pengakuan
kedaulatan RI (pemerintah Belanda menyebutnya “penyerahan kedaulatan”),
Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad
Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia
diserahkan kepada Mr. Assat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya.
Namun, karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke
negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi
Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr. Assat
sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno.
Mitos dwitunggal Presiden dan wakil presiden Soekarno-Hatta ternyata lebih
populer dan lebih kuat melekat di hati rakyat daripada kedudukan sebagai Kepala
Pemerintah ataupun Perdana Mentri.
Dalam kiprahnya sebagai presiden, tak jarang
Soekarno ikut juga turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang
juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet, seperti misalnya pada peristiwa 17
Oktober 1952 dan peristiwa di kalangan Angkatan Udara. Di dunia internasional
Presiden Soekarno banyak juga memberikan gagasan-gagasan penting bagi
perkembangan perdamaian. Keprihatinannya terhadap bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika yang masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya
sendiri, menyebabkan Presiden Soekarno pada tahun 1955 mengambil inisiatif
untuk mengadakan konfrensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila
Bandung. Bandung ketika itu dikenal dengan Ibukota Asia-Afrika.
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia
“bercerai” dengan Wakil Presiden Moh. Hatta pada tahun 1956, akibat pengunduran
diri Hatta dari kancah perpolitikan nasional. Ditambah dengan sejumlah
pemberontakan separatis yang terjadi hampir diseluruh pelosok Indonesia, dan
puncaknya meletusnya pemberontakan G30S PKI, menjadikan pemerintahan Soekarno
labil dan tidak efektif untuk dapat memenuhi cita-cita bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang adil, makmur dan sejahtera.
4.
TANTANGAN – TANTANGAN
POLITIK PEMERINTAHAN SOEKARNO
Tantangan presiden soekarno dalam
menjalankan roda politik dan pemerintahan di Indonesia bermula pada masa-masa
menjelang di deklarasikan kemerdekaan Indonesia, yang pada waktu itu Indonesia
masih harus menentukan ideologinya dalam berbangsa. Dalam perumusan ideologi
tersebut Presiden Soekarno tidak sendirian dalam merumuskan dan membuat
ideologi bangsa Indonesia melainkan ada beberapa tokoh yang bersikukuh dalam
memaparkan dan mencoba untuk merumuskan sesuai dengan ideologi masing – masing
melalui organisasi yang mereka dirikan sebelumnya. Adapun organisasi maupun
para tokoh tersebut menggali ilham dari tiga sumber berbeda: Islam,
nasionalisme, dan sosialisme.
4.1 Pengislaman Negara
(Cita –cita menuju Negara Islam)
Di benak sebagian tokoh Islam, nasionalisme
dan agama adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai sumber inspirasi
perjuangan mereka dalam merebut kemerdekaan Indonesia, Islam haruslah menjadi
tujuan akhir dari negara yang akan dibentuk kelak. Jadi, bagi para peimpin
Islam, soal perumusan Undang-Undang Dasar bukan semata-mata urusan yang
menyangkut politik semata melainkan agama merupakan aspek terpenting dalam
kemaslahatan umat islam secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum.
Pemaparan paling
mendalam mengenai visi Soekarno (nasionalis) terungkap dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni, yang kemudian dinyatakan sebagai “Hari Kelahiran Pancasila”.
Dalam uraian panjang yang dikemukakan sehari sebelum penutupan sesi pertama
sidang BPUPKI, Soekarno dengan bertumpu pada sekian banyak acuan [6],
mengajukan “lima sila”[7]
sebagai landasan Negara Indonesia:nasionalisme (Kebangsaan), Internasionalisme
dalam artian kemanusiaan (Perikemanusiaan), demokrasi dalam mufakat
(Permusyawaratan), keakmuran sosial (Kesejahteraan Sosial), kepercayaan pada
Tuhan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Maha Esa). Dua bagian dari pidato itu
ditujukan khusus bagi golongan Islam serta dimaksudkan untuk menentukan
kedudukan Islam dalam Negara Indonesia merdeka.
Tatkala menuturkan
sila kelima, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Sekarno menepis pilihan negara yang
sepenuhnya sekular, dan ini amat melegakan golongan Islam. Usulan itu serupa
dengan yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin beberapa hari sebelumnya, bahwa
Indonesia merdeka akan bersifat religius (“akan berketuhanan”). Namun
sebagaimana dijelaskan Soekarno,
“....masing-masing orang indonesia
hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut
petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW.,
orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya./..../
Disinilah, dalam pengakuan asas yang kelima inilah, Saudara- saudara, segenap
agama yang ada di indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-
baiknya[8]”.
Dengan demikian, Islam
disebutkan hanya dalam kedudukan yang sama dengan agama-agama lainnya di
Nusantara, tanpa pengakuan atas kedudukan istimewanya, yang oleh golongan Islam
dianggap sudah sepatutnya dituntut mengingat besarnya jumlah mereka. Namun,
dalam pemikiran Soekarno, Islam tidak lagi dipandang sebagai sumber hukum melainkan
sumber inpirasi, yakni urusan nurani peroranrgan.
“Kita, saya pun adalah
orang Islam, maaf beribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, tetapi kalau
Saudara-sadara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, Tuan-tuan
akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini
ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. /.../ jikalau memang
kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian
yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan yang kita adakan, diduduki
oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia yang sebagian besar
adalah rakyat Islam, dan jikalau memang disini adalah agama yang berkobar-kobar
didalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap
rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke
dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan rakyat 100 orang
anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-keranya, agar supaya
60,70,80,90 utuasan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam,
pemuka-pemuka Islam. Dengan begitu, hukum-hukum yang keluar dari badan
perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula”[9].
Usulan-usulan Soekarno
ditampik keras oleh Islamis yang tak rela melepaskan begitu saja tuntutan bagi
kedudukan istimewa agama mereka. Namun demikian, dibalik silang pendapat selama
masa masa persidangan BPUPKI serta penentuan sikap-sikap dasar yang mengemuka
selama bulan Juni 1945, sesungguhnya sudah bisa ditebak kemunculan kekuatan yang
mengarah pada pendirian Masjumi pada bulan November[10].
Menghadapi penolakan kaum nasionalis terhadap segala bentuk konsensi baru, para
wakil kelompok Islam dengan juru bicara Kahar Muzzakir mengambil sikap
mengejutkan: karena tak tercapai kesepakatan untuk memastikan ciri keislaman
terhadap negara, maka lebih baik seluruh acuan keagamaan dihapuskan sama sekali
dari pranata kenegaraan. Usulan ganjil ini ditangkap oleh Soekarno sebagai
gelagat gentingya situasi. Pada 16 Juli, ketika sidang dimulai, ia meminta
kelompok nasionalis agar mau berbesar hati menerima pencantuman di dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar (selain tujuh kata dari Piagam Jakarta) tambahan
keharusan bagi Presiden beragama Islam. Malam itu BPUPKI memubarkan dri dalam
suasana batin yang dirasakan para wakil Islam sebagai suatu kemenangan besar.
Namun, perasaan itu ternyata hanya sesaat. Menghadapi ancaman kekalahan yang
semakin mendekat, komando tertinggi militer Jepang di Saigon memutuskan
mendirikan sebuah badan permusyawaratan Indonesia tanggal 7 Agustus guna
menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari tangan penguasa militer Jepang.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk dengan basis
regional dan dipimpim oleh Soekarno lantas diresmikan pada 14 Agustus. Susunan
anggotanya yang terdiri dari 21 orang aamat mengecewakan tokoh Islam karena
hanya mewakili oleh dua anggota saja dari golongan Islam, yakni Ki Bagus
Hadikusumo dan Wahid Hasyim, yang masing-masing sebagai ketua perkumpulan Islam
terkemuka, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945,
dibawah tekanan para revolusioner Indonesia, diproklamirkan kemerdekaan
Indonesia. Setelah diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, PPKI mengadakan sidang
pertemuan yang kedudukannya hamoir setara dengan MPRS. Setelah didahului oleh
lobo-lobi sengit antar anggota, dalam waktu singkat, tercapai keseoakatan untuk
melakukan beberapa perubahan pada teks Undang-Undang Dasar. Negara Indonesia
tetap didasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan, namun “ tujuh kata” yang menetapkan
kewajiban khusus bagi umat muslim[11]
diganti dengan ungkapan yang lebih netral berkenaan dengan hakikat ketuhanan,
yakni, Yang Maha Esa, yang diambil dari pancasila.[12]
Dalam waktu beberapa jam saja, dengan persetujuan para wakilnya, seluruh hasil
raihan politk umat Islam pun sirna.
4.2 Perpecahan Politik
dan Militer di Bentang Ruang Indonesia
7 November, menjadi
hari kelahiran partai Islam ternama yaitu Masjumi, dan juga sekaligus menjadi
periode lahirnya sebagian besar organisasi politik di Indonesia pasca
kemerdekaan. Organisasi-organisasi tersebut menggali ilham dari tiga sumber
yang berbeda: Islam, Nasionalisme, dan Sosialisme.
Partai Nasional
Indonesia (PNI), saat berdirinya, mewarisi prestise aliran nasionalis di masa
sebelum perang serta ketenaran tokoh-tokohnya dari partai bernama sama. Partai
ini, meski tak meliki ikatan langsung dengan pergerakan yang didirikan Soekarno
tahun 1927, begitu pula dengan partai tunggal yang lahir sehari setelah
kemerdekaan, bagi sebagian besar penduduk dianggap sebagai partai sang
presiden.
Situasi serupa terjadi
pula pada kubu sosialis. Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Mohammed
Yussuf juga tidak memiliki iktan langsung dengan para pendahulunya di masa
penjajahan: Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920, PKI ilegal didirikan
Tahun 1937 setelah hampir sirnanya partai terdahulu akibat revolusi gagal tahun
1927, PKI bawah tanah yang didirikan di masa Jepang. Sebagian besar pengikut
ajaran Stalin di Indonesia tidak menjadi anggota PKI baru. Merka bergabung ke tubuh
Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia, ataupun ketubuh barisan milisi
Pesindo.
Pada Desember 1945,
dari fusi Partai Sosialis Indonesia
Pimpinan Amir Sjaifuddin dan Partai Rakyat Sosialis pimpnan Sutan Sahrir
lahirlah Partai Sosialis. Berkat basis massa yang lebih banyak dan luas dari
Partai terdahhulu, kerapian organisasi, maupun kualitaspara pimpinannya, partai
ini berhasil menebar pengaruhnya dipentas politik jauh melebihi proporsi
penyebarannya diseluruh negeri. Di luar keempat partai utama tersebut, ada
beberapa partai kecil yang turut meraimaikan hiruk-pikuk panggung politik.
5. BUDAYA POLITIK
Budaya politik : suatu komponen dalam sistem politik yang diinternasilasikan ke dalam kesadaran,
perasaan dan evaluasi penduduknya. Budaya politik dapat dipandang sebagai
landasan sistem politik yang memberi jiwa atau warna pada sistem politik
dan sekaligus memberikan arah pada peran-peran politik yang dilakukan oleh
struktur politik.
Budaya politik
: perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat,
bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan politik kenegaraan.
5.1 Kondisi
Budaya
- Pada
bidang kebudayaan PKI mempengaruhi presiden Soekarno agar melarang
Manifesto Kebudayaan (Manikebu) dan barisan Pendukung Soekarno (BPS).
Alasanya kedua lembaga itu didukung oleh dinas intelijen Amerika Serikat
(CIA). Sebenarnya yang ditentang PKI bukan manifesto
kebudayaan, tetapi terselenggaranya Konferensi Karyawan Pengarang
Indonesia(KKPI) yang berhasil membentuk organisasi Persatuan Karyawan
Pengarang Indonesia(PKPI).
- Kondisi
budaya bangsa Indonesia seudah kemerdekaan mengalami proses sintesis
secara terus menerus sebagai upaya beradaptasi dengan kebudayaan modern
proses adaptasi ini pada tahap awal sebenarnya seiring tumbuh kaum
terpelajar pribumi. Meskipun dalam situasi tertekan semasa sukarno dan
soeharto sintesis budaya berlangsung secara lebih terbuka hal ini
ditunjukkan terjadi pembangunan fisik yang lebih tinggi dari pada masa
sebelumnya.
5.2 Kondisi
Pertahanan dan Keamanan
TNI dan Polri disatukan menjadi
Angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas empat angkatan
yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara dan Angkatan
Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Menteri Panglima
Angkatan yang kedudukannya langsung dibawah presiden/panglima Tertinggi ABRI.
Golongan ABRI diakui sebagai salah satu golongan fungsional dan menjadi salah
satu kekuatan sosial politik. Dengan demikian ABRI dapat memainkan perananya
sebagai salah satu kekuasaan sosial politik. Munculnya
gerakan separatisme di daerah-daerah seperti PPRI dan Permesta.
5.3 Kondisi Ideologi
Soekarno adalah penggali Pancasila
karena beliau yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar Negara
Indonesia itu dan beliau sendiri yang memberi nama Pancasila. Pada masa Orde
lama atau masa pemerintahan Presiden Soekarno pancasila menjadi ideologi murni.
Pancasila lebih banyak berada dalam ranah idealisasi. Artinya pemikiran
pancasila lebih ke ide, gagasan, konsep yang dijadikan pegangan seluruh
pancasila seakan-akan ada diawang-awang karena hanya berupa dogma yang sulit
diterjemahkan.
Pada era orla, dinamika perdebatan
ideologi paling sering dibicarakan oleh kebanyakan orang. Tampak ketika akhir
tahun 1950-an, pancasila sudah bukan lagi merupakan kompromi atau titik temu
bagi semua ideologi. Dikarenakan pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata
ideologis untuk melegitimasi tuntutan islam bagi pengakuan Negara atas Islam
yang kemudian pada rentang tahun 1948-1962 terjadi pemberontakan Darul Islam
terhadap pemerintahan pusat.Setelah pemberontakan berhasil ditumpas, atas
desakan AH Nasution, selaku Pangkostrad dan kepala staf AD, pada tanggal 5 Juli
1959 Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali pada UUD 1945
sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia dan pemerintahanya
dinamai dengan Demokrasi Terpimpin.
Pada periode 1945-1950, implementasi
Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya
untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI
melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan
negara dengan dasar islam.Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih
tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya
di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai
mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan
musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang di
terapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai
kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem
ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun
konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil,
namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah banyak di jelaskan sepak
terjang Preiden Soekarno mulai dari dia aktif di dunia politik sampai berhasil
membawa Indonesia menjadi Negara yang merdeka. Dapat disimpulkan, bahwa
Soekarno membentuk Indonesia tidak berdasarkan satu ideologi saja tetetapi
berdasarkan tiga idologi seperti yang di jelaskan
di atas. Dan Soekarno merupakan Presiden yang
di idamkan oleh rakyat Indonesia pada masa itu, Soekarno juga dikenal sebagai
“penyambung lidah rakyat” kepimpinan Soekarno juga telah diuji dengan
menyelesaikan banyak kasus dan pemberontakan pada masa jabatannya, tetapi
beliau berhasil menyelesaikan tanpa terjadinya ataupun meminimalisir
pertumpahan darah.
DAFTAR PUSTAKA
A.Faidi. (2014). Jejak Jejak
Pengasingan Para Tokoh Bangsa. Yogyakarta: Saufa.
Bonnef, M.
(1980). panjtasila, trente annes de debats politiques en indonesie.
Paris: de la Maison des Sciences de I'Homme.
D.Legge, J.
(2001). Soekarno : Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan.
Effendi, S.
(2014). Kiprah Dan Pemikiran Politik Tokoh -Tokoh Bangsa. Banguntapan
Jogjakarta: IRCiSoD.
GAffar, A.
(2006). Politk Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Madier, R.
(2013). Partai Masjumi. jakarta: Mizan.
Maroun, B. (1996). Politik,. Jakarta: Cetakan
Pertama, Penerbit P.T Midya SuryaGrafindo.
wikipedia. (n.d.).
[1] (A.Faidi, 2014)
[3] (Effendi, 2014)
[4] Adalah salah satu klub kuliah umum yang didirikan oleh intelektual
nasionalis Bumiputera/i di tanah Pasundan Bandung pada tahun 1926, dan Presiden
Soekarno adalah salah satu pendirinya.
[5] Adalah propaganda kekaisaran Jepang pada masa “Perang Dunia 2”, yaitu
“Nippon Pemimpin Asia”, Nippon Pelindung Asia” dan “Nippon Cahaya Asia”.
Didirikan pada tanggal 29 Maret 1942.
[6] Antara lain yaitu jaures, Sun Yat Sen, bahkan Marhaen, petani yang dengan
segala kekurangan materi tetap berjuang untuk hidup.
No comments:
Post a Comment