Tugas-Tugas Imam (Khalifah/Pemimpin)
Pemimpin adalah
suatu jabatan yang diberikan kepada orang yang paling dihormati disebuah
kalangan. Berbagai macam tanggung jawab ia hadapi dalam menjalankan tugasnya.
Jika ada kesalahpahaman dalam sebuah kasus pemimpin pun harus mengatasi dan
menanggungnya. Maka dari itu pemimpin menjadi seorang yang paling dihormati
dalam sebuah kaum atau golongan. Seorang pemimpin pun tidak luput dari yang
namanya tugas, berbagai macam tugas pun ia kerjakan.
Tugas seorang
pemimpin secara umum terdiri dari sepuluh tugas (Al Mawardi,
2014) .
Pertama, memelihara agama sesuai prisip agama yang kokoh yang jika ada
seseorang ingin merusak citra agama maka ia akan menegakkan keadilan pada orang
tersebut. Kedua, menghentikan permusuhan antara pihak yang bertikai agar
keadilan dapat ditegakkan. Ketiga, melindungi negara dan tempat-tempat
umum dari tindak kejahatan. Keempat, menegakkan hukum dengan tegas. Kelima,
melindungi perbatasan wilayah dengan keamaan yang kokoh dan tangguh. Keenam,
memerangi para penentang islam agar menegakkan hak Allah SWT. Ketujuh, mengambil
harta fai’ dan memungut zakat sesuai ketentuan. Kedelapa, menetapkan
gaji dan anggaran wajib lainnya tanpa berlebihan atau terlalu hemat. Kesembilan,
mengangkat orang jujur dan profesional tergantung pada bidangnya. Kesepuluh,
berusaha untuk langsung turun ke lapangan dalam mengatasi masalah yang ada.
Pada tugas
tentang turun tangan kelapangan dalam mengatasi masalah jika seorang pemimpin
tidak berusaha secara langsung dengan alasan seperti sibuk beristirahat atau
beribadah, maka ia telah berkhianat kepada rakyat dan menipu penasihat negara.
Hal tersebut telah diperingatkan oleh Allah SWT melalui Al-Qur’an surat Shad :
26. Dalam ayat Al-Qur’an tersebut Allah SWT tidak hanya memerintahkan Nabi Daud
a.s untuk melimpahkan tugas, tetapi harus beliau sendiri yang menanganinya
secara langsung (Al Mawardi, Ahkam Sulthaniyah,
2014) .
Selain itu Dia juga tidak mengizinkan Nabi Daud a.s mengikuti hawa nafsu, karena
hawa nafsu menyebabkan dirinya masuk kedalam golongan orang-orang sesat.
Walaupun seorang pemimpin dilimpahkan tugas yang banyak, ia tetap harus
bertanggung jawab atas tugas-tugas tersebut. Rasulullah bersabda “Setiap
dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung
jawaban atas kepemimpinannya” (Abdul
Baqi) .
Jika seorang
pemimpin telah melakukan tugas-tugas tersebut, maka ia telah menunaikan
perintah-perintah Allah SWT. Pemimpin tersebut maka layak untuk ditaati dan
dibantu oleh rakyat selama dia belum ada perubahan didalam dirinya. Perubahan
yang dapat mengubah dirinya terdapat dua macam, yaitu keadilannya yang ternoda
(kefasikan) dan tubuhnya cacat (Al Mawardi, Ahkam Sulthaniyah, 2014) . Kefasikan terbagi
menjadi dua penyebab, pertama karena mengikuti syahwat (nafsu). Jika ada
seorang pemimpin mengikuti nafsunya maka ia tidak pantas untuk menjadi
pemimpin. Ketika suatu saat ia kembali adil dan tidak mementingkan nafsunya
kembali, ia tidak dapat langsung menjadi seorang pemimpin, melainkan harus
diadakanya pengangkatan dan pembaiatan baru. Faktor kedua dari kefasikan adalah
berhubungan dengan keyakinan yang disebut juga dengan syubhat. Para ulama
memiliki perbedaan di satu hal ini, mereka ada yang berpendapat bahwa syubhat
dapat menghalangi kekhalifahan dan ada pula yang sebaliknya.
Selain faktor
kefasikan, adapula faktor cacat tubuh pada seorang pemimpin yang dapat
membuatnya mundur dari kepemimpinan. Faktor cacat tubuh terbagi menjadi tiga,
yaitu cacat pancaindra, cacat anggota tubuh, dan cacat perbuatan. Cacat pancaindra
ini terdapat 3 jenis, pertama cacat yang dapat menghalangi diangkatnya
seorang pemimpin seperti hilang ingatan maupun penglihatan. Kedua,cacat yang
tidak mengahalangi pengakatan pemimpin seperti hilangnya penciuman dan perasa. Ketiga,
cacat yang masih diperselisihkan ulama seperti bisu dan tuli.
Cacat anggota
tubuh terbagi menjadi 4 jenis, pertama cacat yang tidak menghalangi
pengangkatan maupun kepemimpinannya seperti terpotongnya kelamin dan dua
testis. Kedua, cacat yang menghalangi pengangkatan maupun kepemimpinan
seperti tidak memiliki dua kaki. Ketiga, cacat yang menghalangi
pengangkatan dan masih diperdebatkan kepemimpinannya seperti memiliki satu
tangan ataupun kaki. Keempat, cacat yang menghalangi kepemimpinan dan
masih diperdebatkan pengangkatannya seperti terpotongnya hidung atau rabunnya
salah satu mata.
Cacat perbuatan
dalam sebuah kepemimpinan terbagi menjadi dua, yaitu hajr (dikuasai) dan
qahr (ditahan). Hajr adalah jika seorang imam dikuasai oleh bawahannya
dalam menunaikan tugas-tugas kepemimpinannya, tetapi mereka tidak
memperlihatkan sikap membangkang dan menyulitkan rakyat. Hal tersebut tidak
menjatuhkan jabatan kepemimpinannya dan tidak merusak kelegalitasan jabatannya,
akan tetapi ia harus dipantau dalam tugasnya. Qahr adalah jika seorang pemimpin
ditangkap dan ditawan oleh musuh dan tidak mampu membebaskan diri. Maka jika
hal ini terjadi ia harus diturunkan dari jabatannya karena tidak mungkin
memikirkan urusan kaumnya saat itu.
No comments:
Post a Comment