Tuesday, August 21, 2018

Tugas Seorang pemimpin Menurut Al-Mawardi


Tugas-Tugas Imam (Khalifah/Pemimpin)
Pemimpin adalah suatu jabatan yang diberikan kepada orang yang paling dihormati disebuah kalangan. Berbagai macam tanggung jawab ia hadapi dalam menjalankan tugasnya. Jika ada kesalahpahaman dalam sebuah kasus pemimpin pun harus mengatasi dan menanggungnya. Maka dari itu pemimpin menjadi seorang yang paling dihormati dalam sebuah kaum atau golongan. Seorang pemimpin pun tidak luput dari yang namanya tugas, berbagai macam tugas pun ia kerjakan.
Tugas seorang pemimpin secara umum terdiri dari sepuluh tugas (Al Mawardi, 2014). Pertama, memelihara agama sesuai prisip agama yang kokoh yang jika ada seseorang ingin merusak citra agama maka ia akan menegakkan keadilan pada orang tersebut. Kedua, menghentikan permusuhan antara pihak yang bertikai agar keadilan dapat ditegakkan. Ketiga, melindungi negara dan tempat-tempat umum dari tindak kejahatan. Keempat, menegakkan hukum dengan tegas. Kelima, melindungi perbatasan wilayah dengan keamaan yang kokoh dan tangguh. Keenam, memerangi para penentang islam agar menegakkan hak Allah SWT. Ketujuh, mengambil harta fai’ dan memungut zakat sesuai ketentuan. Kedelapa, menetapkan gaji dan anggaran wajib lainnya tanpa berlebihan atau terlalu hemat. Kesembilan, mengangkat orang jujur dan profesional tergantung pada bidangnya. Kesepuluh, berusaha untuk langsung turun ke lapangan dalam mengatasi masalah yang ada.
Pada tugas tentang turun tangan kelapangan dalam mengatasi masalah jika seorang pemimpin tidak berusaha secara langsung dengan alasan seperti sibuk beristirahat atau beribadah, maka ia telah berkhianat kepada rakyat dan menipu penasihat negara. Hal tersebut telah diperingatkan oleh Allah SWT melalui Al-Qur’an surat Shad : 26. Dalam ayat Al-Qur’an tersebut Allah SWT tidak hanya memerintahkan Nabi Daud a.s untuk melimpahkan tugas, tetapi harus beliau sendiri yang menanganinya secara langsung (Al Mawardi, Ahkam Sulthaniyah, 2014). Selain itu Dia juga tidak mengizinkan Nabi Daud a.s mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu menyebabkan dirinya masuk kedalam golongan orang-orang sesat. Walaupun seorang pemimpin dilimpahkan tugas yang banyak, ia tetap harus bertanggung jawab atas tugas-tugas tersebut. Rasulullah bersabda “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya” (Abdul Baqi).
Jika seorang pemimpin telah melakukan tugas-tugas tersebut, maka ia telah menunaikan perintah-perintah Allah SWT. Pemimpin tersebut maka layak untuk ditaati dan dibantu oleh rakyat selama dia belum ada perubahan didalam dirinya. Perubahan yang dapat mengubah dirinya terdapat dua macam, yaitu keadilannya yang ternoda (kefasikan) dan tubuhnya cacat (Al Mawardi, Ahkam Sulthaniyah, 2014). Kefasikan terbagi menjadi dua penyebab, pertama karena mengikuti syahwat (nafsu). Jika ada seorang pemimpin mengikuti nafsunya maka ia tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Ketika suatu saat ia kembali adil dan tidak mementingkan nafsunya kembali, ia tidak dapat langsung menjadi seorang pemimpin, melainkan harus diadakanya pengangkatan dan pembaiatan baru. Faktor kedua dari kefasikan adalah berhubungan dengan keyakinan yang disebut juga dengan syubhat. Para ulama memiliki perbedaan di satu hal ini, mereka ada yang berpendapat bahwa syubhat dapat menghalangi kekhalifahan dan ada pula yang sebaliknya.
Selain faktor kefasikan, adapula faktor cacat tubuh pada seorang pemimpin yang dapat membuatnya mundur dari kepemimpinan. Faktor cacat tubuh terbagi menjadi tiga, yaitu cacat pancaindra, cacat anggota tubuh, dan cacat perbuatan. Cacat pancaindra ini terdapat 3 jenis, pertama cacat yang dapat menghalangi diangkatnya seorang pemimpin seperti hilang ingatan maupun penglihatan. Kedua,cacat yang tidak mengahalangi pengakatan pemimpin seperti hilangnya penciuman dan perasa. Ketiga, cacat yang masih diperselisihkan ulama seperti bisu dan tuli.
Cacat anggota tubuh terbagi menjadi 4 jenis, pertama cacat yang tidak menghalangi pengangkatan maupun kepemimpinannya seperti terpotongnya kelamin dan dua testis. Kedua, cacat yang menghalangi pengangkatan maupun kepemimpinan seperti tidak memiliki dua kaki. Ketiga, cacat yang menghalangi pengangkatan dan masih diperdebatkan kepemimpinannya seperti memiliki satu tangan ataupun kaki. Keempat, cacat yang menghalangi kepemimpinan dan masih diperdebatkan pengangkatannya seperti terpotongnya hidung atau rabunnya salah satu mata.
Cacat perbuatan dalam sebuah kepemimpinan terbagi menjadi dua, yaitu hajr (dikuasai) dan qahr (ditahan). Hajr adalah jika seorang imam dikuasai oleh bawahannya dalam menunaikan tugas-tugas kepemimpinannya, tetapi mereka tidak memperlihatkan sikap membangkang dan menyulitkan rakyat. Hal tersebut tidak menjatuhkan jabatan kepemimpinannya dan tidak merusak kelegalitasan jabatannya, akan tetapi ia harus dipantau dalam tugasnya. Qahr adalah jika seorang pemimpin ditangkap dan ditawan oleh musuh dan tidak mampu membebaskan diri. Maka jika hal ini terjadi ia harus diturunkan dari jabatannya karena tidak mungkin memikirkan urusan kaumnya saat itu.

No comments:

Post a Comment

RESUME BUKU HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL ( HUALA ADOLF )

BAB I Hukum perdagangan internasional adalah bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubun...