Manajemen Perubahan (Change Management)
Perubahan
tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Perubahan mulai
disadari menjadi bagian yang penting dari suatu organisasi diawali
sekitar 40 tahun yang lalu. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari
pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan.
Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah
yang timbul akibat adanya perubahan.
Berdasarkan
Buku Change Management karangan Jeff Davidson bahwa Manajemen Perubahan (Change
Management) merupakan sebuah proses penyejajaran (alignment) berkelanjutan
sebuah organisasi dengan pasarnya dan melakukanya lebih tanggap dan efektif
dari pada para pesaingnya. Dimana Manajemen Perubahan adalah upaya yang
dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya
perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang
berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Michael
Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C,
yaitu customer, competition, dan change. Pelanggan
menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak
bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka
diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan
tersebut mengarah pada titik positif.
Teori-teori
yang mendasari Change Management adalah teori-teori yang berspesialisasi pada
isu-isu kualitas organisasi dan mengangkat perubahan sebagai bagian dari teori
mereka, teori tersebut adalah sebagai berikut:
a)
W. Edwards Deming, Ph.D (1900-1993) mengemukakan bahwa kualitas bukanlah
sesuatu yang perlu didefinisikan dalam pengertian kongkrit dan kualitas hanya
dapat didifinisikan oleh pelanggan serta mengusulkan agar para manajer secara
agresif menciptakan dan memimpin perubahan-perubahan secara alamiah.
b)
Joseph Juran (1979) mengemukakan bahwa peralihan keseimbangan di antara upaya
dan waktu yang difokuskan untuk mengembangkan ciri-ciri khusus sebuah produk
melawan upaya untuk menghilangkan seluruh kekurangan dari sebuah produk.
Permulaan perubahan yang alamiah yang merupakan sebuah elemen tak terpisahkan
dari manajemen kualitas total.
c)
Philip B. Crosby (Quality is free, 1979, Quality without Tears, 1984 dan
Leading, 1999) mengemukakan kualitas sebagai sebuah keselarasan terhadap
persyaratan dan kualitas bisa ada atau tidak, tiada tingkatan-tingkatan
langsungnya. Para manajer harus mengukur kualitas dengan secara rutin
menghitung biaya akibat terciptanya kesalahan-kesalahan. Ia menekankan
penghapusan perubahan-perubahan yang merusak lewat pencegahan
kesalahan-kesalahan yang membawa pada perubahan-perubahan tersebut.
d)
Kurt Lewin (1890-1947) yang merupakan psikolog yang mempelajari perilaku
kelompok-kelompok sosial dan terkenal sebagai Pendiri psikologi Sosial Modern.
Lewin berpendapat bahwa seluruh data atau informasi di dunia tidaklah
bermanfaat kecuali diterjemahkan menjadi tindakan yang tepat, yang merupakan
apa yang perlu dilakukan para manajer perubahan. Ia mengembangkan analisis
medan gaya sebagai sebuah alat bagi perubahan lewat pencegahan yang digunakan
untuk menentukan kekuatan-kekuatan mana yang mendorong atau menahan sebuah
perubahan tertentu.
e)
Robert Blake, Ph.D dan Jene Mouton, telah menciptakan sebuah model untuk
menggambarkan gaya-gaya kepemimpinan lewat pembuatan grafik watak-watak
manajerial pada sebuah kisi. Kisi manajerial Blake and Mouton menunjukkan
kepada para Manajer perubahan jenis-jenis pemimpin apa sebenarnya mereka,
sebagai kebalikan dari jenis-jenis pemimpin yang mereka sangkakan atas diri
mereka.
Suatu
perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari
dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan
eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan
perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap
identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat
mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini
seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi
tipe perubahan.
Tahap 2, adalah tahap perencanaan
perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional
tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu
dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan
baik.
Tahap 3, merupakan tahap
implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan
pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan
timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan
umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu
dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.
Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak
pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Suatu
perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang
yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan
melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih
sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama. Jika pimpinan manajemen
perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk
memahami dan menghandel emosi secara benar.
Tantangan
dari perubahan adalah akan banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan
akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas
perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah
resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak
selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan
tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan
atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang,
motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,
dan lain sebagainya.
Sumber
penolakan atas perubahan dapat dikategorikan, yaitu penolakan yang dilakukan
oleh individual (Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka
individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan) dan yang
dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
Dalam Mengatasi Penolakan Atas Perubahan,
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk
mengatasi resistensi perubahan yaitu sebagai berikut:
1)
Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar
belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak.
Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan,
presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2)
Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang
mengambil keputusan
3)
Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan
konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu,
namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4)
Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan
pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang
menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja.
Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5)
Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya.
Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak
mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi
dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang
perubahan dalam mengambil keputusan.
6)
Paksaan. Taktik terakhir adalah
paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang
dilakukannya perubahan.
Pendekatan
dalam manajemen perubahan organisasi dengan pendekatan klasik yang dikemukaan
oleh kurt lewin mencakup tiga langkah. pertama: unfreezing the status quo,
lalu movement to the new state, dan ketiga refreezing the new change
to make it pemanent Selama proses perubahan terjadi terdapat
kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak .
Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt
Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin
sedikit.
a) Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi
tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo
dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang
sehingga orang merasa kurang nyaman.
b) Movement : Secara bertahap (step by
step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan
jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera
dirasakan.
c) Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan
telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru,
dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah
penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.
No comments:
Post a Comment